Rabu, 12 Maret 2014

Friends sreies Kris_Lee Hanna

 
Pandangan Hanna terpaku pada seorang murid perempuan yang sedang memberikan sekotak coklat pada Kris di tangga sekolah saat pulang sekolah. Kris hanya menerimanya tanpa ekspresi apapun, sedangkan gadis itu pergi dengan tersipu. Hanna memang cemburu tapi dia tidak mau menunjukannya, tapi matanya melotot saat Kris menghampiri tempat sampah di ujung tangga.
"Tunggu!" Hanna berlari menuruni tangga, dia berhenti di depan Kris. Kris hanya menyerngitkan dahi menatap kemunculan Hanna tiba-tiba. "Kau tidak boleh membuangnya! Gadis itu memberimu penuh ketulusan.''
"Aku tidak suka coklat,''
"Lalu apa kau harus membuangnya! Kau bisa menyimpannya!"
"Apa aku harus membiarkannya membusuk di kamarku, dan jadi sampah di sana.''
"Kau memang tidak punya perasaan.''
"Aku memang seperti itu.'' Kris tersenyum sinis.
"Kau harusnya bisa menghormati pemberian orang, dia mungkin saja menggunakan semua uang jajannya hanya untuk membeli coklat mahal ini.''
"Untukmu.'' Kris melempar kotak coklatnya kepada Hanna.
"Heh?'' Hanna menangkap kotak coklat itu dengan terkejut.
"Kau bisa mengambilnya kalau kau mau menganggap itu terlalu berharga untuk masuk ketempat sampah. Bukankah kau penggila coklat.'' Kris berkata dan pergi.
"Hoh!" Hanna mendengus kesal. "Dia tercipta untuk membut gadis-gadis patah hati.''
Hanna memandangi kotak coklat di tangannya. Diapun tersenyum dan memasukan coklat itu kedalam tasnya, dia memang sangat menyukai coklat, jadi tidak mungkin dia akan membuang makanan yang jadi favoritnya. Hanna kembali menuruni tangga, langkah Hanna terhenti di lantai 1, dia melihat gadis yang tadi memberikan coklat kepada Kris, satu ide muncul di kepalanya.
"Ya! Kau!" Hanna berteriak memanggil gadis itu.
Gadis berambut sebahu itu menoleh bersamaan dengan dua temannya. Ketiga gadis itu saling berpandangan dan kembali menoleh pada Hanna yang menghampiri mereka. Hanna memasang wajah seangkuh mungkin.
"Kau! Gadis yang berani mengganggu Kris-ku!" Hanna mengacungkan telunjuknya pada gadis yang tadi di lihatnya, gadis itu terlihat takut, apalagi Hanna semakin mendekat sampai di depannya. Tangan Hanna meraih name tag di seragam gadis itu. "Hah, Nam Yoori. Kau dari kelas mana? Apa kau tidak tahu kalau Kris itu milikku?''
"Ya! Sunbae, kami tahu kau satu kelas dengan Kris sunbae, tapi tidak ada yang mengatakan kau pacarnya.'' Salah satu teman Yoori berkata.
"Ho! Kau berank padaku!" Hanna mendorong bahu teman Yoori.
"Kau kira aku tidak berani,'' Teman Yoori menyingkirkan tangan Hanna.
"Aish, gadis ini!" Hanna sudah akan kembali melayangkan tangannya tapi sebuah suara menghentikannya.
"Ya! Lee Hanna.'' Kris memanggil.
"Kris.'' Hanna panik.
"Apa yang kau lakukan dengan mereka?'' Kris berjalan menghampiri mereka.
"Bukankah kau sudah pergi?'' Hanna menjadi gugup.
"Aku baru dari perpustakaan menemui Lay, apa yang kau lakukan dengan mereka?''
"Oppa, dia memarahiku karena memberimu coklat.'' Yoori berkata dengan manja.
"Aish,'' Hanna menatap tajam Yoori, tapi gadis itu tidak takut seperti tadi karena sekarang ada Kris.
"Dia juga bilang kalau kau miliknya,'' Yoori dengan sedikit takut berkata.
"Aighoo.'' Hanna berkacak pinggang. "Kalian berani bicara hanya karena ada Kris, apa kau kira Kris akan membela kalian, apa kau kira Kris menerima coklatmu, tidak.'' Hanna membuka tasnya, dia mengeluarkan kotak coklat milik Yoori.
"Kenapa itu ada padamu?'' Yoori terlihat sedih.
"Kris memberikan padaku, kenapa? Kau kecewa? Ambil.'' Hanna melempar dengan kasar kotak coklat itu kepada Yoori.
"Apa kau perlu melakukan hal seperti itu?'' Kris berkata pada Hanna.
"Kenapa? Apa kau tidak suka gadis ini terluka? Itu lebih baik daripada kau membiarkannya terus menganggapmu bisa membalas cintanya.'' Hanna melangkah pergi.
"Oppa,'' Yoori memegang coklatnya dengan sedih.
"Kau bisa memakan itu untukmu sendiri.'' Kris juga pergi meninggalkan ketiga gadis itu.



Hanna mengikuti Sehun yang keluar saat bel istirahat berbunyi. Hanna ingin tahu apakah pria itu menemui Kris yang sudah keluar beberapa menit yang lalu. Dia harus melihatnya sendiri kalau keduanya Gay. Hanna terus mengikuti Sehun naik ke atap sekolah. Tapi saat dia sampai di atap sekolah Sehun hanya sendiri.
"Kenapa kau mengikutiku?'' Sehun yang duduk di lantai atap sekolah dengan bersandar pada dinding di sebelah pintu.
"Dimana Kris?'' Hanna tidak menjawab, dia justru mengabaikan kalau dia sudah tertangkap menguntit.
"Kalau tidak ada di sini berarti dia bersama yang lain.''
"Lalu kenapa kau di sini sendirian.''
"Untuk ini,'' Sehun mengeluarkan sebatang rokok dari kotak rokok dan menyulunya.
"Jadi kalian kemari untuk merokok?'' Hanna duduk di sebelah Sehun.
"Lalu apa yang kau pikirkan?''
"Tidak ada?'' Hanna tersenyum, dia senang prasangkanya salah. "Kris juga kemari untuk merokok?''
"Kenapa? Kau tidak suka?''
"Bukan begitu,'' Hanna menggeleng. "Tapi kenapa harus di sini.''
"Tidak ada guru kemari.''
Tiba-tiba pintu terbuka, Sehun buru-buru menarik Hanna untuk sembunyi, tapi Sehun kembali lega saat mengetahui yang datang adalah Kris. Kris terkejut melihat Hanna dan Sehun yang muncul dari balik tembok dengan berpegangan tangan.
"Apa yang kalian lakukan di sini?'' Kris bertanya, pandangannya tertuju pada kedua tangan sahabatnya, baik Hanna ataupun Sehun langsung melepaskan tangan mereka satu sama lain.
"Sebaiknya aku pergi.'' Hanna tersenyum pada Sehun dan melewati Kris tanpa berkata apapun.
"Apa kalian berkencan?'' Kris bertanya pada Sehun begitu Hanna pergi.
"Apa kau cemburu?''
"Tidak.''
Meskipun Kris mengatakan tidak cemburu tapi pikirannya terus memikirkan tangan Sehun dan Hanna yang berpegangan. Apakah Hanna sudah berpaling? Kris terus bertanya dalam hati, bahkan sampai pelajaran kembali di mulai, pikiran Kris masih di penuhi genggaman tangan Sehun pada tangan Hanna.



Gadis bernama Yoori ternyata tidak jera untuk mendekati Kris, bahkan gadis ini berani menghampiri Kris saat kelas 2.6 olah raga di lapangan bola. Yoori memberikan sebotol air mineral. Hanna yang melihat Kris menerima pemberian Yoori dengan tersenyum tentu saja kesal, tanpa di sadarinya dia melangkah mendekati Kris dan merebut botol itu dari tangan Kris lalu membantingnya. Seluruh anak sekelas mereka menatap kejadian itu.
"Hanna, apa yang kau lakukan?'' Kris berkata.
"Kalau kau menerima seorang gadis harusnya kau mencari yang lebih cantik dariku!" Hanna berteriak marah, dia lalu memandang Yoori. "Dan Kau! Kenapa kau mengganggu pelajaran kelas lain! Kau bukan anak kelas 2.6! Kenapa kau kemari!"
"Hanna,'' Kris mencoba menenangkan Hanna.
Nana langsung berlari menarik Hanna, begitupun Rara dan Nayeon. Ketiganya menarik Hanna pergi dari lapangan. Hanna akhirnya di bawa ke klinik sekolah.
"Kau pergilah, dan jangan mendekatiku lagi.'' Kris berkata pada Yoori.
"Oppa,''
"Aku tidak ingin menyakiti Hanna.''
"Oppa,'' Yoori berkaca-kaca, dia berlari pergi dengan menahan air matanya.
"Apa yang terjadi.'' Guru Kang muncul. "Kenapa kalian belum memulai permainan.'' perkataan Guru Kang membuat murid-murid kembali ke posisinya.
"Bukankah Hanna terus menyukaimu meskipun dia mengatakan akan berhenti menyukaimu,'' Lay merangkul Kris.
"Dia harusnya menyukaiku saja.'' Jongin bergumam.
"Bukankah kau bilang menyukai Rara!" Sehun memukul kepala Jongin.
"Aku tersenyuh dengan keteguhan Hanna.'' Jongin berpura-pura menangis.
"Kau tidak dekat dengan gadis manapun lalu kenapa kau menolak Hanna?'' Sehun bertanya.
"Karena pada akhirnya kami akan berpisah. Dia terlalu baik jika harus aku tinggalkan.'' Kris berkata.
"Memangnya kau mau kemana?'' Lay menatap Kris.
"Akhir semester nanti, aku harus kembali ke Canada.'' Kris tersenyum getir.





"Ya! Kris! Lay! kenapa kalian masih belum bermain!" Guru Kang berteriak melihat keempat muridnya masih di luar garis lapangan. "Sehun! Jongin! Apa yangn kalian lakukan.''
Kris bersama yang lain kembali bergabung dalam permainan sepak bola. Guru Kang tidak menyadari kalau dari murid-murid perempuannya yang duduk di tepi lapangan kurang empat orang. Kris menatap koridor menuju klinik, dia berharap Hanna baik-baik saja.



"Kau bilang akan mengakhiri cinta sebelah tanganmu! Lalu apa yang kau lakukan tadi!" Rara berkacak pinggang di depan Hanna.
"Aku tidak tahan melihat kelakuan Yoori.'' Hanna menjawab dengan kesal.
"Ho! Kau bahkan tahu nama gadis itu.'' Nana berkata.
"Aku pernah bertemu dengannya sebelumnya, saat dia memberikan coklat untuk Kris.''
"Aighoo. Apa ini yang di sebut mengakhiri cintamu! Kau terus memata-matainya!" Rara memukul kepala Hanna. Hanna hanya cemberut. "Bahkan kau sudah mempermalukan dirimu sendiri!"
"Sudahlah. Kenapa kau jadi memarahi Hanna.'' Nana menenangkan Rara.
"Seluruh anak satu kelas kita melihatmu begitu kasarnya melampiaskan cemburu, apa kau tidak memikirkannya. Kau akan di sebut gadia yang sangat terobsesi pada Kris.''
"Ah, aku tidak peduli. Aku tarik kalimatku untuk menjauh dari Kris, aku tidak bisa membiarkan siapapun mendektinya.'' Hanna berdiri dari tempat tidur klinik.
"Aku sudah menduga ini akan terjadi,'' Nayeon tersenyum.



Pelajaran olah raga sudah selesai, semua siswa kelas 2.6 kembali ke kelasnya setelh berganti seragam. Hanna dan ketiga temannya juga berjalan kembali ke kelasnya. Saat mereka berada di koridor depan kelas mereka, di sana ada Kris bersama Sehun di depan pintu masuk. Hanna mengirim pesan pada Kris. Kris merasakan ponselnya bergetar, dia memeriksanya dan membaca pesan dari Hanna.

From : Hanna
Aku selalu bisa melihatmu lebih dulu

Kris mencari keberadaan Hanna, dia melihat ke sekeliling dan menemukan Hanna tengah berdiri di ujung koridor. Hanna berdiri sendirian di tinggalkan ketiga temannya yang sekarang sudah melewati Kris. Satu pesan kembali masuk ke dalam ponsel Kris, dari Hanna.

From : Hanna
Aku tidak memintamu datang padaku, tapi aku yang akan datang padamu

Kris menatap Hanna setelah selesai membaca pesan itu. Hanna tersenyum dari kejauhan. Hanna melangkah ke arah Kris dengan tidak melepaskan tatapan matanya dari mata Kris. Langkah Hanna terhenti tiba-tiba, mereka hanya berjarak tidak lebih dari dua meter.
"Aku akan mendekatimu seperti ini,'' Hanna berjalan pelan, kemudian berhenti, berjalan lagi, dan behenti lagi sampai kemudian dia berhenti tepat di hadapan Kris. "Aku akan terus mendekatimu meskipun kau menghentikanku, terus, terus, terus sampai aku menempel padamu.'' Hanna berdiri begitu dekat dengan Kris, hingga Hanna memeluk Kris dengan tiba-tiba. "Dan akhirnya kau tidak lepas dariku.''
Kris masih terdiam dengan apa yang dilakukan Hanna, bahkan saat kepala Hanna berada di dadanya. Sehun hanya tersenyum menyaksikan sahabatnya mematung dengan pelukan Hanna. Suara sorakan dari dalam kelas membuat Kris teradar dan mendorong Hanna untuk menjauh dari tubuhnya. Hanna hanya tersenyum dengan kehebohan kelas.
"Aku harap kau menjaganya dengan baik.'' Teriak Minki, sang ketua kelas.
"Sebarkan undangan kalau pernikahan kalian terjadi.'' Terdengar teriakan Gidoek yang di sambut kegaduhan teman-teman yang lain.
Kris tidak peduli dengan semua kiributan itu, dia memasuki kelasnya dan duduk di mejanya. Lay tersenyum, dia memukul pelan dada Kris yang membuat pria itu langsung melotot.
"Ya! Hentikan! Atau aku membunuh kalian!" Kris berteriak saat keributan itu tidak juga berhenti. Sesaat kemudian semuanya diam tapi mereka masih berbisik-bisik tentang Hanna dan Kris.
"Pertunjukan yang bagus.'' Sehun menepuk punggung Hanna, dia melewati Hanna untuk masuk ke dalam kelas.
Hanna tersenyum dan berteriak. "Teman-teman, bantu aku mendapatkan Kris. Eoh!"
"Figthing!" Hampir seluruh teman sekelas Hanna berteriak.
"Aish, gadis ini.'' Kris menatap kesal ke arah Hanna. Lay justru tertawa. Sedangkan Sehun tersenyum, dan Jongin ikut berteriak bersama yang lain.
"Oh...dia benar-benar memalukan.'' Rara menutup wajahnya.
"Hanna! Aku mendukungmu!" Teriak Nana.
"Aku juga mendukungmu!'' Nayeon ikut berteriak.
"Aighoo...'' Rara menjatuhkan kepalanya di atas meja, menyembunyikannya di antara dua tangannya.
"Kenapa begitu ribut!" Tiba-tiba datang Guru Park. Dia memandang Hanna yang berdiri di depan papan tulis. "Apa yang kau lakukan?''
"Dia baru saja menyatakan cinta pada Kris.'' Teriak Gideok.
"Lebih tepatnya lamaran cinta yang ke seribu kali!" Jongin ikut berteriak membuat Kris semakin kesal.
"Jadi keributan ini karena kau.'' Guru Park menatap Hanna lebih tajam. "Kalau begitu, kau berdiri di koridor sampai pelajaranku selesai."
"Tapi, Saem.'' Hanna cemberut.
"Nilaimu selalu buruk dalam pelajaran Bahasa inggris tapi kau membuat keributan juga di kelas jadi itu hukuman untukmu.''
"Baik.'' Hanna berjalan keluar kelas dengan lesu.
"Siapa yang masih ingin membuat lelucon, aku akan mengeluarkannya juga.'' Guru Park menatap semua seisi kelas yang menjadi serius kembali.



"Guru Park, maaf kami mengganggu.'' Guru Jang muncul saat Guru Park tengah menjelaskan di depan kelas. "Aku akan membawa Kris ke kantor.''
"Oh, silahkan.''
"Kris.'' Guru Jang memanggil Kris.
Kris langsung berdiri, dia memberi hormat pada Guru Park sebelum pergi. Hanna penasaran dengan perginya Kris, tapi dia hanya mampu memandangi punggung pria itu.
Hanna masih melamun memikirkan kenapa Guru Jang membawa Kris, sampai kemudian dia terkejut dengan Kris yang berjalan dari ujung koridor. Hanna melihat tatapan mata Kris yang lembut, berbeda dari biasanya. Harusnya Hanna senang dengan tatapan itu tapi itu membuatnya mendapat firasat akan ada hal buruk yang terjadi. Kris tersenyum, dan itu membuat Hanna justru semakin merasakan sesuatu yang salah terjadi. Kenapa Kris begitu tiba-tiba berubah? Hanna meraskan kekhawatiran.
"Jaga dirimu,'' Kris berdiri di samping Hanna, menyentuh kepala Hanna, dan pergi masuk kekelasnya. Hanna merasakan dadanya sesak.
Hanna menatap ke dalam kelas lewat kaca jendela. Dia bisa melihat Kris memberi salam pada Guru Park, kemudian mengambil tasnya, berkata sesuatu kepada Lay dan kembali memberi salam untuk berpamitan pulang. Dia kelar kelas, kembali berpapasan dengan Hanna.
"Sampai jumpa,'' Kris tersenyum dan pergi.
Hanna masih belum tahu apa yang terjadi tapi perasaannya sudah berkata kalau ada sesuatu yang buruk. Dia ingin mengejar Kris tapi itu akan membuatnya mendapat hukuman baru. Dia memandang ke dalam kelas yang kembali melanjutkan pelajaran, tapi pandangannya menemukan wajah sedih dari Lay, Sehun dan Jongin.
Hal pertama yang di lakukan Hanna saat hukumannya selesai adalah berlari menghampiri Lay. Dia ingin tahu apa yang terjadi pada Kris.
"Kenapa Kris pulang lebih awal?'' Hanna memegang tangan Lay.
"Ibunya dari Canada datang.'' Lay berkata.
"Mungkin untuk menjemputnya.''
"Menjemputnya?'' Hanna bingung.
"Kris akan kembali ke Canada.''
Hanna shock, tanpa terasa dia menjatuhkan tangan Lay dari genggaman tangannya. Hanna tahu ada hal seperti ini yang akan terjadi, kabar buruk.
"Karena itulah dia tidak ingin berpacran denganmu, dia tahu kalau suatu hari nanti akan pindah ke Canada lagi.'' Sehun berkta.
"Nanti malam kami akan bertemu di tempat biliar, kau bisa ikut.'' Kata Jongin.
"Dia tidak menginginkanku, untuk apa aku datang. Kalau dia akan pergi, pergi saja! Aku tidak peduli.''



Lain di bibir, lain pula di hati, walaupun Hanna mengatakan tidak peduli dengan kepergian Kris tapi malam ini Hanna menangis dikamarnya, dia di temani ketiga temannya. Nana, Rara dan Nayeon bermalam di rumah Hanna, mereka tahu kalau sahabatnya begitu kehilangan Kris.

Hari pertama tanpa Kris di dalam kelas.

"Apa arti kalimat ini, Kris.'' Hanna berbalik ke meja di belakangnya dengan menunjukan sebaris kalimat bahasa inggris di majalahnya. Semua menatap Hanna. Hannapun tersadar kalau sudah tidak ada Kris. "Maaf, itu kebiasaanku.'' Dengan lesu Hanna kembali berbalik.
Lay ingin mengatakan sesuatu tapi Sehun meraih bahunya, memberi tanda untuk diam. Lay akhirnya hanya bisa menghela nafas, merasa kasihan pada Hanna.

Hari kedua kepergian Kris...

"Aku tidak mau bermain biliar!" Hanna berkata dengan ketus saat Sehun mengajaknya pergi ke tempat Biliar bersama yang lain. "Aku tidak akan ke tempat di mana aku pernah pergi bersama Kris!"
"Tapi kau ke sekolah.'' Jongin mencoba bergurau.
"Diam kau!" Hanna berlalu pergi.
"Hanna tunggu.'' Nayeon berlari mengejar Hanna.
"Ya! Lee Hanna!" Nana juga ikut mengejar Hanna.
"Kau tidak ikut mengejarnya?'' Jongin mendorong Rara.
"Aish.'' Rarapun ikut mengejar Hanna.
"Apa sebaiknya kita memberitahunya.'' Lay berkata.
"Kris bilang jangan mengatakan apapun.'' Sehun berkata.
"Aku kira dia akan menangis sepanjang hari tapi lihatlah, dia bahkan sekarang menjadi lebih galak dari anjingku tiap kita menyinggung hal tentang Kris.'' Jongin berkata dengan tersenyum geli.

Hari ketiga tanpa Kris...

"Aku pergi dulu,'' Hanna melambaikan tangannya pada ke enam sahabatnya, dia berlari keluar kelas.
"Kenapa dia pulang terburu-buru?'' Lay bertanya kepada Nayeon.
"Dia bilang akan membeli anjing yang dilihatnya kemarin, dia bilang, anjing itu mirip Kris.'' Nayeon berkata.
"Apa kita perlu membawanya ke psikiater?'' Rara menatap teman-temannya.
"Kris perlu tahu jika dia disamakan dengan anjing.'' Jongin terkekeh.

Hari keempat tanpa Kris...

Hanna banyak diam di dalam kelas. Bahkan dia tidak berteriak saat Jongin menarik rambutnya yang terkucir rapi, padahal biasanya dia akan marah jika tatanan rambutnya diusik. Hanna juga tidak bersemangat saat Lay mentraktirnya Ice cream.
"Apa kau tidak enak badan?'' Sehun bertanya saat Hanna memakan Ice cramnya dengan lesu.
"Aku merindukan Kris,'' Hanna berkata dengan sedih, meskipun dia tidak menangis tapi semua temannya tidak lagi bersemangat memakan Ice Cream mereka.

Hari kelima tanpa Kris...

Hanna menolak ajakan Nana untuk pergi ke pantai karena hari minggu ini cerah, tapi Hanna justru mengajak pergi ke kedai ramen di dekat tempat Biliar Kris, tempat biasa mereka makan bersama.
"Apa kau hanya akan memesan tanpa memakannya?'' Rara bertanya saat melihat Hanna hanya memandangi ramen di mangkuknya. Dan Rara lebih terkejut saat Hanna meneteskan air mata.
"Ya! Lee Hanna, kenapa kau menangis.'' Nana panik begitu juga Rara dan Nayeon.
"Aku kira aku bisa melupakan Kris karena tidak melihatnya tapi aku malah semakin merindukannya.''
"Kita bisa menghubunginya.'' Rara yang tidak ingin melihat Hanna bertambah sedih menghubungi Jongin.
"Ada apa?'' Suara Jongin terdengar di telepon.
"Berikan padaku nomor Kris di Canada.''
"Untuk apa?''
"Berikan sekarang atau kau mati.''
"Aigho.''
"Berikan cepat!"
"Apa terjadi sesuatu pada Hanna?''
"Berikan saja nomor Kris, sekarang.''
"Baiklah, aku akan mengirimkan lewat pesan.''
Setelah Rara mengakhiri panggilannya, sebuah pesan masuk berbunyi dan nomor Kris tertulis di sana.
"Cha! Bicara padanya.'' Rara mengulurkan ponselnya pada Hanna. "Obati kerinduanmu.''
Hanna menatap Rara. Rara tersenyum dan mengangguk untuk meyakinkan Hanna. Perlahan Hanna menerima ponsel itu, dia memandangi nomor itu dan dengan ragu mendialnya.
"Hallo.'' Terdengar suara pria dari seberang telepon.
"Kris,'' Hanna menahan air matanya.
"Hanna? Kenapa kau menelepon. Apa kau tahu tarif luar negri begitu mahal.''
"Aku merindukanmu.''
"Aku tahu, jadi bersabarlah. Tutup teleponnya sekarang. Dan lihatlah pesan emalku untukmu.''
Hanna mematung saat panggilan itu terputus. Rara dan Nana saling pandang. Nayeon menepuk pipi Hanna agar tersadar dari lamunannya.
"Apa yang dia katakan?'' Rara bertanya.
"Katanya menelepon ke luar negri mahal.''
"Apa lagi?''
"Dia tahu aku merindukannya.''
"Lalu?''
"Dia menyuruhku bersabar.'' Hanna berdiri. "Dan menyuruhku membuka email!" Tanpa aba-aba Hanna berlari.
"Ya! Lee Hanna!" Rara terkejut dengan kepergian Hanna tiba-tiba. "Ponselku!" Secepatnya Rara mengejar.
"Aish!" Nana juga langsung mengejar kedua sahabatnya.
"Lalu, apa artinya aku yang membayar semua ramen ini? Aish...bahkan kalian tidak memakannya sama sekali.'' Nayeon menggerutu. Dia membayar semua ramen dan berlari menyusul sabatnya.



Hanna membuka email yang masuk.

From : Kris
To : Hanna
Subject : miss u!

Aku sedang terbang kembali padamu

Lalu Hanna menerima beberpa gambar juga. Foto-foto Kris bersama ibu dan adiknya. Ada foto beberapa asessories di sebuah kios.

"Apa itu artinya dia sedang terbang ke korea?'' Nana bertanya dari balik punggung Hanna, dia ikut melihat semua email dari Kris.
"Begitukah?'' Hanna berbinar.
"Apa berarti dia menerima cintamu? Karena dia mengirim emal padamu?'' Nana kembali bertanya. Hanna bertambah ceria.
"Kenapa dia mengirim email kalau dia bisa menelepon atau sms?'' Nayeon berkata.
"Mungkin agar terlihat lebih berkesan.'' Nana berkata.
"Kenapa dia tidak mengatakan pada kita kalau dia akan kembali.'' Rara berkata dengan kesal. "Bukankah dia sedang mempermainkanmu.''
"Benar.'' Nayeon mengangguk.
"Apa mungkin karena aku tidak datang di malam itu,''
"Ah, benar...'' Nayeon mengangguk lagi.
"Apa itu berarti ketiga pria brengsek itu tahu.'' Rara mengingat Jongin dan yang lain.
"Aish. Mereka!" Hanna meremas bantal yang di pegangnya.



"Kalian bohongkan kalau Kris akan pindah ke Canada! Dia sedang terbang kemari!" Hanna berdiri di antara meja Lay dan Sehun.
"Awalnya Kris mengatkan akan pindah, tapi malam itu dia mengatakan ibunya memberinya hak untuk tinggal atau ikut bersamanya jadi Kris memutuskan untuk ikut bersama ibunya tapi hanya untuk beberpa waktu, dan dia akan tinggal di sini bersama ayahnya.'' Lay menjelaskan.
"Kenapa kalian tidak mengatakan padaku.''
"Kris yang meminta.'' Sehun tersenyum.
"Aish!" Hanna menendang kaki Sehun yanh berada di luar meja. "Apa harus aku tanyakan pada ayahnya, kapan dia sampai.''
"Aighoo, lihatlah betapa semangatnya dirimu sekarang? Ayahnya tidak suka di ganggu. Jadi jangan datang hanya untuk bertanya hal bodoh.'' Jongin mencibir.

Hanna melihat pesan masuk ei e-mailnya lewat ponselnya, tapi tidak ada pesan dari Kris lagi. Ini sudah hari kedua setelah Kris mengirimkan e-mail waktu itu. Hanna mencoba menghubungi nomor Kris di Canada tapi tidak ada yang mengangkatnya.
"Apa Kris tidak menghubungi kalian?'' Hanna bertanya pada lay. "Dia tidak pernah mengangkat panggilanku.''
"Kapan kau menelepon?'' Lay bertanya.
"Semalam. Aku menelepon berkali-kali tapi dia tidak mengangkat.''
"Apa kau tahu perbedaan waktu Seoul dan Vancouver?''
"Memangnya berapa?''
"Sekitar 17 jam.''
"Hah?''
"Kalau kau menelepon jam 7 malam berarti di sana sekitar jam 1 pagi. Begitu.''
"Aku menelepon sekitar jam 8, berarti itu jam 2 pagi? Oh...aku tidak tahu.'' Hanna nyengir.
"Dia pasti pulang kemari, dia bilang hanya ingin mengunjungi keluarganya.''
"Padahal dia sudah mengatakan kalau dia sedang terbang kemari,'' Hanna mendengus kesal.
"Kenapa kau begitu menyukai Kris?''
"Itu datang begitu saja, dan aku merasa sekarang Kris mulai memikirkanku. Dia menulis 'muss u' di dalam pesannya.''
"Baguslah,'' Lay membelai kepala Hanna.
"Apa yang kalian lakukan?'' Nayeon bertanya, dia berjalan dari pintu masuk ke dalam kelas menghampiri dua sahabatnya.
"Kami hanya bicara tentang Kris.'' Hanna berkata.
"Tapi kalian hanya berduaan di kelas saat jam istirahat seperti ini menggangguku.'' Nayeon cemberut.
"Kau cemburu? Aish, apa kau menyukai Lay?''
"Heh?'' Wajah Nayeon berubah merah.
"Lihatlah, wajahmu merona. Jadi kau benar menyukai Lay.'' Hanna memandang Lay yang sedang tersenyum. "Apa kau juga menyukainya?''
"Kami sudah jadi sepasang kekasih.'' Lay menunjukan cincin di jarinya dengan tersenyum.
"Aih, kalian bicara apa?''
"Ini couple ring yang kami beli seminggu lalu di Hongdae.'' Lay berkata.
"Kalian tidak bercanda?'' Hanna memandang Lay dan Nayeon bergantian. Nayeon tersipu sedangkan Lay hanya tersenyum. "Aigho, bahkan aku tidak menyadari kalau kalian bisa saling menyukai.'' Senyum Hanna mengembang.
"Aku yakin Kris juga akan menerimamu.'' Lay berkata.
"Lalu, apa yang lain tahu kalian berkencan?''
"Nayeon ingin merahasiakannya.'' Lay memandang Nayeon.
"Kenapa?'' Hanna ikut memndang Nayeon.
"Kau terus bersedih karena Kris, aku tidak mungkin membuatmu bertambah sedih kalau tahu aku berkencan dengan Lay.''
"Aighoo. Apa kau berpikir aku akan iri padamu?'' Hanna berdiri, dia merangkul Nayeon.



Sepulang sekolah, Hanna dan ke enam temannya berada di kedai ramen langganan mereka untuk merayakan Lay yang berpacaran dengan Nayeon. Jongin menggunakan kesempatan ini untuk merayu Rara agar berpacaran dengannya tapi tetap saja Rara masih tidak menerima Jongin, karena dia sudah punya pacar. Rara memang mempunyai pacar dari sekolah lain, bahkan itu ada SMU bergengsi di Seoul. Menurut Jongin, pacar Rara pasti pria yang tidak punya ketulusan hati karena tidak pernah mau ikut berkumpul dengan mereka.
"Lalu, apa kau dan aku harus berkencan?'' Sehun bertanya kepada Nana yang ada di sampingnya.
"Aish!" Nana memukul kepala Sehun.
"Ya!" Sehun melotot.
"Jangan bicara omong kosong!"
"Tapi kita selalu bersama.'' Sehun mengatakan dengan santai. Nana hanya mencibir.
"Ya! Bodoh!" Suara seorang pria menghentikan langka Hanna. Dadanya bergemuruh, dengan cepat dia berbalik untuk memastikan pemilik suara itu adalah pria yang di tunggu olehnya. Tanpa terasa senyumnya mengembang begitu melihat pria itu benar-benar Kris. "Aku dengar kau punya seekor anjing yang mirip denganku.'' Kris melangkah dengan santainya, menghampiri Hanna yang berdiri mematung. Tangan Kris berada di kantong celananya, tidak ada ekspresi yang berubah meskipun mereka sudah berpisah begitu lama. Kris mengibaskan tangannya di depan wajah Hanna yang terus diam memandangnya. Hanna tetap saja diam tanpa melepaskan tatapannya dari Kris.
"Apa kau jadi bisu sekarang?'' Kris menyentuh hidung Hanna dengan telunjuknya, membuat Hanna tambah tersenyum semakin lebar.
"Aku merindukanmu!'' Hanna berteriak dan memeluk Kris tiba-tiba.
Kris terkejut dengan tangan Hanna yang melingkar di pingganya dengan erat. Kris tersenyum meskipun singkat. "Kau harus melepaskan aku,'' Kris melepaskan tangan Hanna.
"Tidak bolehkah aku memelukmu setelah berhari-hari kita tidak bertemu!" Hanna merajuk. "Apa kau tidak tahu kalau aku sudah hampir gila tiap melihat bangkumu kosong! Kenapa kau tidak mengatakan apapun dan hanya pergi! Apa kau tahu aku menjalani hari-hariku hanya dengan bersedih.''
"Benarkah?'' Kris tersenyum geli. "Kau menjalani harimu dengan terus bersedih tapi kau bermain di luar rumah sampai tengah malam seperti sekarang?''
"Aku pergi ke rumah Nayeon.''
"Cha!" Kris mengeluarkan sesuatu dari kantong jacketnya. Sepasang jepit rambut dengan hiasan mutiara putih, jepit rambut yang ada di gambar kiriman Kris tempo hari.
"Whoa...cantik.'' Hanna menepuk tangannya keras. Matanya berbinar.
"Aku banyak mengingatmu saat berkeliling bersama adikku di sana jadi aku membelikan sepasang untukmu.''
"Kau memikirkanku,'' Hanna meraih tangan Kris.
"Terimalah,'' Kris menghindari pertanyaan Hanna, dan juga menghindari untuk bertatapan dengan Hanna, entah kenapa dia jadi gugup.
"Apa hatimu mulai bertunas untukku?'' Hanna semakin mendekat untuk bertatapan dengan Kris.
"Apa kau tidak akan menerima pemberianku?'' Nada suara Kris berubah galak lagi.
"Eoh.'' Hanna menerima jepit rambut itu. "Tapi...kau belum menjawabku. Tentang hatimu, apa itu sudah bertunas?''
"Apa hatiku tanaman?''
"Kau lelaki aneh!" Hanna mencibir.
"Apa?''
"Pertama, kau mencimku tanpa menyukaiku, kedua, kau memikirkanku juga tanpa menyukaiku, jadi apa kau juga membelika Nayeon, Nana dan Rara jepit rambut?''
"Ehm.'' Kris mencoba menguasai kegugupannya.
"Kau cukup mengatakan, 'Hanna aku menyukaimu' Apa kau tidak bisa? Apa kau menganggap itu melukai harga dirimu.'' Hanna berkacak pinggang.
"Saranghae,'' Kris tiba-tiba berkata pelan.
"Apa?'' Hanna pura-pura tidak mendengar perkataan Kris, tapi dia tersenyum, wajahnya bersemu merah.
"Aku ingin sekali tidak jatuh cinta pada gadis bodoh sepertimu tapi kau terus menggangguku.''
"Aku bukan gadis bodoh,''
"Kau bodoh karena terus sibuk bersolek padahal kau cantik tanpa make up! Kau bodoh karena sibuk membaca majalah fashion daripada buku pelajaran! Kau juga bodoh karena menganggap matahari membuat kulitmu jelek.'' Kris menggunakan telunjuknya untuk mendorong dahi Hanna berkali-kali. "Dan kau gadis terbodoh yang terus mengikutiku.'' Di akhir kalimatnya Kris tersenyum.
"Itu bukan karena aku bodoh, tapi karena aku menyukaimu begitu besar. Besar sekali.'' Hanna membentangkan tangannya, senyumnya begitu penuh kebahagiaan.
Kris memegang pipi Hanna dan mencium bibir gadis itu. Hanna kaget tapi kemudian membalas ciuman itu tanpa peduli jika mereka berada di jalan depan rumahnya.



Seluruh kelas menyapa Kris di hari pertamanya kembali masuk. Mereka mengeluh karena Kris tidak membawa oleh-oleh untuk mereka. Hanna tersenyum saat Kris melewati mejanya. Kris masih dengan ekspresi lamanya yang tidak peduli dengan Hanna.
"Ya! Apa kau akan mengabaikanku lagi!" Hanna setengah berteriak saat Kris duduk di samping Lay.
"Kenapa?'' Kris bertanya dengan santai.
"Mereka harus tahu kalau kita berkencan mulai sekarang.''
"Mereka tahu.'' Kris menjawab dengan masih bersikap santai seperti biasa.
"Kami bertemu Kris sebelum menemuimu.'' Lay tersenyum.
"Dia bilang logikanya hilang karena jatuh cinta pada gadis bodoh sepertimu.'' Sehun tersenyum kepada Hanna kemudian beralih pada Kris.
"Jadi kalian berkencan semalam?'' Nana beranya. "Apa Kris membawamu ke retoran mahal untuk menyatakan cinta padamu?''
"Bukankah kau pulang dari rumahku sudah cukup malam, bagaimana bisa kau pergi ke retoran mahal?'' Nayeon ikut penasaran.
"Apa kalian gila? Restoran apa? Dia hanya menyatakan cintanya di depan rumahku.''
"Tapi tidak apa-apa, akhirnya arwah gentayangan kita bisa diam.'' Rara berkata.
"Arwah apa?'' Hanna cemberut.
"Bukankah kau terus bergentayangan mengelilingi Kris tanpa di lihat Kris, tapi sekarang bukankah Kris menerimamu.''
"Aish. Kalian berisik.'' Kris memandang para gadia itu dengan kesal.
"Whoa...tidak ada yang berubah padamu.'' Rara menggoda Kris.
"Sudahlah,'' Jongin menghentikan Rara bicara lebih jauh. "Dari pada mengurusi mereka, berikan jawaban padaku.''
"Jawaban apa?''
"Kapan kita berkencan?''
"Aish!" Rara memukul kepala Jongin dengan buku. "Urusi saja para noonamu.''
"Lalu bagaimana dengan kalian.'' Lay memandang Nana dan Sehun. "Bukankah kalian begitu akur.''
Nana dan Sehun saling pandang. Tiba-tiba Sehun meraih dagu Nana, dan dengan begitu cepat sebuah kecupan di berikan Sehun kepada Nana di bibirnya.
"Kami juga akan berkencan mulai sekarang. Iya kan Na-ya?'' Sehun berkata seperti tanpa rasa canggung sama sekali.
Nana terdiam, yang lain juga terdiam menunggu reaksi gadis itu. Nana menatap Sehun yang sedang menatapnya. "Baiklah, aku akan mencoba berkencan denganmu.''
"Ya! Ya! Bagaimana denganku? Ra-ya, kau harus menerimaku!" Jongin merengek.



Hujan turun, Hanna yang akan pulang bersama Kris memilih untuk duduk di dalam kelas, menunggu hujan reda. Kris sibuk bermain ponsel membuat Hanna merasa di abaikan. Diapun menendang kaki Kris.
"Kenapa?'' Kris menyerngit.
"Apa sekarang kau benar-benar menyukaiku?''
"Memangnya kenapa?''
"Ciuman kemarin bukan hanya karena hormon kan? Itu karena kau menyukaiku.''
"Anggap saja begitu.'' Kris kembali sibuk bermain dengan game diponselnya.
"Kenapa sikapmu tidak berubah meskipun kita tengah berkencan.'' Hanna cemberut.
"Kenapa?''
"Tidak, bukan apa-apa. Karena yang terpenting sekarang kita bersama. Sedingin apapun dirimu, aku bisa menerimanya.''
Kris tersenyum. "Bodoh.''

Tidak ada komentar:

Posting Komentar