Rabu, 12 Maret 2014

Friends series (Kris_Lee Hanna : LOve or Loveless)



Friend
LOve OR loveless





Main cast
Wu Yi Fan
Oh Sehun
Kim Jongin
Yixing
Lee Hanna
Kim Nana
Jang Rara
Han Nayeon


Di koridor lantai 3, SMU Seungri, tepatnya di depan kelas 2.6, delapan murid tengah asik berbincang. Mereka adalah : Kris, Sehun, Jongin, Lay, Hanna, Nana, Rara, dan Nayeon.

Wu Yi Fan, murid lelaki dari kelas 2.6 di SMU Seungri. Putra salah satu pemilik beberapa Club malam di Gangnam. Dia keturunan Cina tapi tinggal di Korea sudah cukup lama, sejak dia remaja. Penampilannya menarik hati banyak gadis di sekolahnya dengan tubunya yang tinggi dan wajah tampannya. Hanya saja dia tidak pernah menanggapi semua murid perempuan yang mengejarnya, bahkan sekalipun teman dekatnya, Hanna. Dia lebih di kenal dengan nama Kris.
Lee Hanna, gadis cantik dengan rambut panjang sepunggung berwarna coklat dan selalu menarik perhatian siswa lelaki di sekolahnya, tapi obsesinya pada Kris membuatnya mengabaikan pria manapun meskipun Kris tidak pernah menanggapinya. Hanna sangat suka berbelanja dan mentraktir teman-temannya, meskipun kadang sifatnya yang memaksa membuat teman-temannya jengah tapi selalu ada hal baik padanya yang membuat teman-temannya akan memaafkan gadis itu.
Oh Sehun, pria dengan ekspresi dingin setiap saat. Dia juga memiliki banyak fans girl di sekolah karena ke tampanannya. Dia jarang sekali memberikan senyumnya untuk orang lain tapi bagi teman-temannya itu bukan hal buruk dari Sehun karena mereka terbiasa.
Kim Nana, gadis yang ceria dan selalu berpikiran positif, dialan penyatu dalam geng kelasnya tiap ada pertengkaran. Dia mungkin tidak bisa ilmu bela diri seperti Rara tapi dia yang paling berani dalam menghadapi serangga di banding ke tujuh temannya.
Kim Jongin, seorang murid SMU yang lebih mengagumi gadis-gadis seniornya daripada teman sekelasnya. Orang bisa mengatakan dia anak remaja yang masih polos, tapi semua teman dalam gengnya tahu berapa banyak dia berkencan dengan perempuan yang lebih tua darinya. Dia selalu bisa mengeluarkan pesonanya untuk memikat para gadis, baik itu ketampanannya atau kepandaiannya dalam menyusun kalimat.
Jang Rara, dia mempunyai sabuk hitam dalam judo. Dia memiliki tubuh paling seksi diantara semua teman satu gengnya. Dan sudah ribuan kali Jongin merayunya. Tapi dia adalah murid terpayah di dalam kelas, nilainya tidak pernah lebih dari nilai rata-rata, tidak pernah sekalipun meskipun dia mendapat pertolongan dari si bintang kelas, Nayeon.
Yixing, dia paling dewasa dari semua temannya. Kebanyakan temannya memanggilnya Lay. Dia juga merupakan keturunan Cina. Dia ikut bersama orang tuanya yang di tugaskan untuk bekerja di korea.
Han Nayeon, bersifat kekanakan tapi cerdas. Dia merupakan gadis polos yang selalu ramah pada siapapun, termasuk orang yang meremehkannya. Dia juga tidak pernah menyadari tentang Lay yang begitu menyukainya.
kedelapan siswa itu mulai berteman satu sama lain sejak mereka memasuki kelas 1.6, setahun yang lalu. Walaupun pada hari pertama mereka di kelas menjadi orang asing yang tidak saling mengenal tapi mereka kemudian menjadi dekat satu sama lain.

Hari pertama di kelas 1.6

Di papan pengumuman utuk pembagian kelas seorang gadis terjatuh karena di tarik murid yang lain, gadis itu adalah Nyeon. Tanpa di duga ada Hanna yang langsung membantu Nayeon berdiri.
"Trimakasih,'' Nayeon tersenyum saat meraih tangan Hanna untuk bangun. Hanna membalas senyum Nayeon dan langsung beralih pada perempuan yang tadi menarik Nayeon.
"Kau harus minta maaf padanya.'' Hanna berkata dengan meraih bahu gadia itu.
"Apa urusannya denganmu! Hah!" Gadis itu mendorong bahu Hanna.
"Kau membuatnya jatuh! Kau harus minta maaf!"
"Salah dia tidak mau minggir!"
Pertengkaran itu menjadi tontonan siswa lain. Hanna masih bersikukuh agar gadis di depannya meminta maaf.
"Aku tidak apa-apa,'' Nayeon meraih tangan Hanna.
"Lihatlah, gadis bodoh itu tahu kalau tidak seharusnya kalian menggonggong! Atau aku akan menjadikan kalian musuhku di hari pertama kita, dan asal kau tahu, aku akan jadi penguasa di sini bersama teman-temanku!" Gadis itu tersenyum sinis, lalu dua temannya berdiri di sampingnya memandang Hanna dengan tidak kalah galaknya dari gadis itu.
"Ya! Kau!" Seorang gadis muncul dengan menyeringai. Kedatangan Rara menjadi pusat perhatian para siswa laki-laki yang tadi tidak peduli dengan keributan para gadis itu. "Kau mau jadi sok berkuasa di tahun pertamamu? Apa kau ingin melawanku? Kau bisa memilih, kita bertanding Judo? Atau tinju?''
"Apa kau juga teman para manusia bodoh ini? Jang Rara?''
"Ho...kau tidak lupa kan kalau aku pernah mematahkan tanganmu? Shin Shekyung?''
"Kau sudah tidak punya pasukan apapun di sini? Apa yang aku takutkan.''
"Apa aku boleh bergabung?'' Gadis manis dengan rambut tergulung ke atas menghampiri Hanna. "Aku tidak suka melihat ke angkuhanmu jadi biar aku memberimu sesuatu.'' Tanpa meminta persetujuan Shekyung, Nana menarik telapak tangan gadis itu dan meletakan seekor kecoa.
"Arghh!" Shekyung menjerit histeris. Dia bergidik setelah melempar kecoa itu dari tangannya.
"Kalau kau tidak menutup mulutmu sekarang juga, aku akan memberikan lebih banyak lagi itu padamu, di tumpukan kardus di sana banyak.'' Nana menunjuk kardus yang tertumpuk di sudut lorong.
"Issssh,'' Shekyung pergi dengan di ikuti kedua temannya.
"Kau hebat sekali,'' Hanna menunjukan ibu jarinya.
"Benar, kau bisa menanganinya lebih cepat dariku.'' Rara berkata.
"Trimakasih semuanya, maaf merepotkan kalian.'' Nayeon membungkuk.
"Kau harus memberikan pelajaran pada orang yang menindasmu.'' Hanna berkata.
"Benar,'' Nana berkata secara bersamaan dengan Rara.
"Sekali lagi terimakasih,'' Nayeon kembali membungkuk.
"Jangan sungkan, kenalkan namaku Nana. Kim Nana,'' Nana memulai perkenalan mereka,
"Aku Nayeon, Han Nayeon.''
"Hanna, aku Lee Hanna.''
"Kalian bisa memanggilku Rara, namaku Jang Rara.'' Rara tersenyum. ''Kalian masuk kelas mana?''
"1-6." Jawab Nana.
"Aku juga.'' Hanna berbinar senang.
"Aku juga di kelas 1-6," Mata Nayeon tidak kalah berbinar dari Hanna.
"Berarti kita semua satu kelas,'' Rara berkata.
"Whoaa...apa ini takdir.'' Nana tertawa.
"Kalau begitu apakah kita akan berteman?'' Hanna tersenyum.
"Kenapa tidak.'' Rara tertawa.
Di kelas 1.6, para siswa sedang mencari tempat duduk yang menurut mereka paling nyaman. Kris berjalan menuju sudut ruangan yang ada di sebelah jendela, dan duduk di sana. Seorang pria tiba-tiba menghampiri Kris, Lay.
"Bisa aku duduk di sebelahmu?'' Lay bertanya, Kris hanya mengangkat bahu untuk memberi tanda tidak keberatan.
Sehun memasuki kelas dengan tatapan dingin tanpa peduli dengan wajah-wajah yang akan jadi teman sekelasnya. Sehun duduk di meja belakang, tepat di samping meja Kris dan Lay.
Hanna bersama ketiga temannya memasuki kelas, di sana hanya ada dua meja tersisa. Hann memutuskan membawa Nayeon untuk duduk dengannya di samping jendela, Nana dan Rara tentu saja duduk di meja samping meja Hanna. Mereka duduk di baris meja kedua dari belakang. Mereka tidak pernah menduga jika mereka akan mendapat jalan takdir dengan pria yang duduk di belakang mereka.
Bel masuk berbunyi, seorang murid muncul di pintu dengan nafas terengah-engah karena berlarian sepanjang lorong. Dia memandang berkeliling untuk mencari bangku kosong sampai matanya menangkap bangku di samping Sehun, diapun melangkah dengan cepat. Dia adalah Jongin, Tapi langkahnya terhenti saat melewati Rara.
"Aku tidak menyangka menemukan bidadari di kelas ini,'' Jongin tersenyum pada Rara. Rara tetap cuek. "Maukah kau berkencan denganku?''
"Apa kau membenturkan kepalamu saat pergi kemari?'' Rara mencibir.
Jongin sudah akan melanjutkan kalimatnya, tapi kedatangan Guru Jang membuatnya segera duduk.
"Aku akan memilikinya,'' Jongin berbisik pada Sehun yang bahkan belum di kenalnya, Sehun tidak mengacuhkan pria itu sama sekali, sampai kemudian Jongin merangkulnya.
"Namaku Jongin, Kim Jongin. Siapa namamu?''
"Oh Sehun.'' Sehun menjawab tanpa memandang Jongin, dia lurus menatap wali kelasnya di depan.



Sehun baru pulang dari kerja paruh waktunya, tanpa di duga dia bertemu beberpa preman yang meminta uang padanya sehingga terlibat perkelahian. Sebenarnya Sehun menguasai Takewondo dengan baik hanya saja lawan tidak seimbang, dia harus melawan empat orang. Sehun sudah babak belur, tapi dia belum mau menyerah.
"Apa kalian tidak tahu malu? Empat lawan satu? Cih!" Suara pria terdengar dari belakang Sehun. Kris.
Sehun hanya menyerngit memandang pria jangkung yang menghampirinya, dia sama sekali tidak merasa mengenal pria itu.
"Ya! Bocah, jangan ikut campur!" Teriak salah seorang preman.
"Dia temanku, bagaimana mungkin aku tidak ikut campur.'' Perkataan Kris mengejutkan Sehun, tapi Sehun tidak mengatakan apapun, dia memang membutuhkan bantuan tidak peduli siapapun itu.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kau merasakan hal yang sama dengan sahabatmu.'' Si preman menyeringai.
Perkelahian jadi imbang dengan kedtangan Kris. Dan Akhirnya justru para preman itu lari meninggalkan Kris dan Sehun karena tidak bisa mengalahkan keduanya.
"Trimakasih atas bantuanmu. Jadi bagaimana kau mengenalku?'' Sehun bertanya setelah mengatur nafasnya.
"Seragammu adalah seragam sekolahku, dan sepertinya aku pernah melihatmu di kelas.''
"Kelas? Kelas 1-6?"
"Benar, jadi kau benar-benar teman sekelasku.'' Kris menepuk pundak Sehun.
"Namaku Oh Sehun.''
"Kau bisa memanggilku Kris,'' Sekali lagi Kris menepuk pundak Sehun.
"Sampai besok bertemu di sekolah.'' Sehun berlalu pergi.



Lay ikut mengunjungi salah satu teman baik ayahnya yang di rawat di rumah sakit. Dia terkejut melihat Jongin yang berada di kamar rawat itu. Walaupun Lay tidak tahu nama Jongin tapi dia yakin pria itu teman sekelasnya.
"Kau mengenalku kan?'' Lay menghampiri Jongin.
"Sepertinya kau teman sekelasku.'' Jongin tersenyum.
"Namaku Lay,''
"Aku Jongin, tidak menyangka kalau anak teman ayahku adalah teman sekelasku.'' Jongin menggaruk lehernya.
"Benar,'' Lay terkekeh.

Saling melengkapi, saling menyukai, dan kemudian berteman...


Sekali lagi Nayeon bertemu dengan Shekyung di toilet yang langsung mengenalinya sebagai gadis pembuat masalah di depan papan pengumuman tempo hari dengannya. Nayeon hanya bisa pasrah dengan apa yang akan dilakukan Shekyung padanya, tapi seseorang datang menghampirinya.
"Lay...'' Shekyung terpekik.
"Jangan mengganggunya lagi, dia teman sekelasku.'' Lay berkata.
"Hoh! Oppa! Kau tidak tahu apa-apa,''
"Aku melihatnya, saat kau menjatuhkannya kemarin,'' Lay mendorong kepala Shekyung dengan telunjuknya. "Aku ingin memukulmu saat itu, tapi sudah ada yang memberimu pelajaran, kau keterlaluan.''
"Oppa!"
"Kalau kau terus membully temanmu maka aku akan mengatakan pada immo kalau kau jadi biang onar di sekolah.''
"Oppa! Kenapa kau membelanya? Apa kau menyukainya? Harusnya kau membelaku! Kau sepupuku!"
"Ya! Shin Shekyung, jangan bicara omong kosong!"
"Aish!" Shekyung pergi dengan kesal.
"Terimakasih,'' Nayeon dengan malu-malu berkata.
"Oh, kau tidak apa-apa.'' Lay beralih menatap gadis di belakangnya.
"Eoh.'' Nayeon mengangguk dengan tersipu.
"Sepupuku memang sedikit kasar, maafkan dia.''
"Iya, tidak apa-apa.''
"Namaku Yixing tapi kau bisa memanggilku Lay,'' Lay mengulurkan tangannya.
"Han Nayeon.'' Nayeon menyambut uluran tangan Lay lalu dengan gugup menariknya lagi setelah berjabat tangan singkat.
"Aku duduk di belakangmu, apa kau tidak tahu?''
"Benarkah?'' Nayeon memberanikan diri menatap Lay.
"Tidak masalah kalau kau tidak menyadarinya, tapi kau sudah tahu sekarang.''
"Iya...'' Nayeon tersipu.
Lay tersenyum dengan tingkah Nayeon yang terus saja tersipu di depannya. Dia menyadari satu hal, senyuman Nayeon begitu indah.
Di dalam kelas 1.6, tepatnya di bangku belakang ada dua orang siswa sedang mendekati siswa lain untuk di ajaknya berkencan. Di satu sisi ada Jongin yang merayu Rara, di sebelah meja mereka ada Hanna merayu Kris. Dan diantara kedua sepasang remaja itu ada Nana dan Sehun yang memandang acuh tak acuh pada keduanya.
"Apa makanan kesukaanmu?'' Hanna bertanya pada Kris yang sedang membaca majalah otomotif. "Warna kesukaanmu apa? Kemana biasanya kau jalan-jalan.'' gadis ini terus bertanya meskipun Kris diam saja.
Sedangkan Jongin juga terus merayu Rara untuk mau pergi dengannya. "Kau bisa memilih untuk aku jemput dengan motor atau mobil.'' Tapi semua penawaran Jongin tidak membuat Rara menerima ajakan Jongin.
"Kenapa temanmu tidak punya malu sama sekali?'' Sehun berkata pada Nana dengan menatap Hanna yang terus mencoba menempel Kris.
"Bahkan aku heran pada temanmu yang membicarakan kencan di hotel padahal usianya masih 16 tahun.'' Nana geleng-geleng kepala menatap Jongin meskipun dia sedang bicara dengan Sehun.
Tapi, meskipun percintaan Hanna dan Jongin tidak ada perkembangan selama satu tahun mereka bersama dalam satu kelas tapi persahabatan ke delapan anak ini menjadi begitu dekat. Begitulah jika kita hidup berdekatan dalam waktu yang lama, maka kita akan mengenal satu sama lain dengan baik, entah itu tentang hal yang baik atupun hal yang buruk, tapi mereka masih bersama sampai sekarang berada di kelas 2. Kedelapan anak ini juga tetap mengambil posisi duduk yang sama di kelas baru mereka sekarang.
"Ini sudah setahun dari pertama aku mengatakan 'aku mencintaimu' Apa kau tidak akan menerimaku?'' Hanna mendekati Kris yang sibuk menyalin tugas matematika dari buku Hanna. "Kau selalu mengabaikanku.'' Hanna memukul kepala Kris dan pergi.
"Aish.'' Kris memegang kepalanya yang tadi di pukul Hanna.
"Apa kau benar-benar tidak akan menerimanya?'' Sehun tersenyum sinis.
"Kenapa? Kau menyukainya, ambil saja.'' Kris berkata, dia menatap pria yang duduk di meja sebelah mejanya.
"Dia punya ketulusan tapi bukan tipeku.'' Sehun mencibir. "Aku tidak suka gadis yang takut kulitnya terbakar matahari.''
"Kau bisa berkencan dengan Nana kalau begitu, bukankah di sangat menyukai lapangan daripada di kelas.'' Kris berkata, dia kembali sibuk pada tugasnya.
"Begitukah?'' Sehun tersenyum sinis. "Tapi bagaimanapun juga, Hanna sudah begitu baik jadi jangan terlalu kasar padanya.''
"Hey...kenapa kau berkata seperti itu? Apa kau memang menyukainya.''
"Entahlah? Tapi aku kasihan padanya.'' Sehun mengangkat bahu, lalu berdiri. "Aku akan ke kantin menyusul yang lain, apa kau tidak ingin makan.''
"Pergilah.''
"Baiklah, aku pergi.'' Sehun beranjak dari tempatnya.
Kris menatap punggung Sehun dan bergumam, "Apa dia menyukai Hanna?'' Perasaan Kris jadi gelisah tapi kemudian dia menghela nafas dan kembali melanjutkan tugasnya.
Hanna mendekati Rara, Nana dan Nayeon yang sedang makan di kantin. Dia mengambil makanan Nana dan memakannya dengan kesal.
"Kau kenapa?'' Nana bertanya.
"Apa aku kurang cantuk?''
"Hah?'' Ketiga teman Hanna bingung arah pertanyaan gadis itu.
"Aku cantikkan? Bahkan banyak murid laki-laki mengirimkan coklat padaku, benarkan?'' Hanna bertanya dan di jawab anggukan oleh ketiga temannya. "Lalu kenapa Kris terus menolakku?''
"Apa mungkin dia gay?'' Rara berpendapat yang langsung membuat ketiga temannya melotot.
"Iiih...apa mungkin?'' Hanna bergidik.
"Kalian jangan bicara sembarangan.'' Nana berkata, dan di sebelahnya Nayeon mengangguk.
"Tapi dia selalu bersama Sehun tiap jam istirahat,'' Rara berkata.
"Lay juga bersama Jongin.'' Nana menjawab.
"Tapi Lay dan Jongin kadang makan bersama kita, seperti tadi, lalu bagaimna dengan Kris dan Sehun...jarang sekali mereka makan bersama kita.'' Rara berkata.
"Mana mungkin, itu tidak mungkin.'' Hanna menjadi sedih. "Kris-ku tidak boleh seperti itu.''
"Bagaimana kalau kita uji coba saja.'' Rara memberi saran.
"Bagaimana caranya?'' Hanna menyerngitkan dahinya.
"Coba terus menyentuhnya, apa dia akan tergoda.''
"Aku terus mengelilinginya, dia tidak peduli.''
"Kau harus menyentuh pada titik-titik sensitifnya, atau menyentuhnya penuh godaan.''
"Apa?'' Ketiga di samping Rara menatap dengan bingung.
"Begini,'' Rara menggunakan telunjuknya untuk menelusuri pergelangan tangan Hanna dengan lembut. "Atau begini,'' Telunjuk Rara menyapu leher Hanna sampa ketengkuknya.
"Aish.'' Nana menggigit bibirnya melihat temannya sedang memperagakan adegan romantis dalam beberapa drama yang di tontonnya. "Apa kau coba merangsangnya?''
"Heh?'' Hanna menatap Rara. "Nana benar, apa kau menyuruhku untuk membuatnya terangsang padaku?''
"Kalau dia terangsang berarti normal, kalau tidak berarti...kau harus menyerah, mungkin saja dia gay.''
"Oh...'' Hanna cemberut.



Hanna meminta Lay untuk bertukar tempat duduk dengannya saat pelajaran bahas inggris dengan alasan Kris bisa mengajarinya dengan baik. Kris sebenarnya ingin menolak tapi Lay justru tidak keberatan. Nana dan Nana hanya mengedipkan mata untuk menyemangati temannya saat Hanna menatap keduanya, sedangkan Nayeon justru cemas kalau Hanna akan mendapat masalah dari Guru Park jika bermain-main dalam pelajaran Bahasa Ingris.
"Wah...kulitmu lebih bagus dari kulitku.'' Hanna mulai menyentuh tangan Kris dengan telunjuknya dari pergelangan tangan sampai ke siku pria itu, dia tersenyum menikmati sentuhannya tapi senyumnya hilang saat melihat tatapan tajam Kris padanya. Hannapun menarik tangannya. Hanna memandang ke arah Rara yang memandangnya memberi semangat. Hanna menarik nafas panjang, dan sesaat kemudian telunjuknya sudah menyentuh leher Kris membuat pria itu menoleh dengan wajah dinginnya.
"Ada noda di sana,'' Hanna pura-pura mengelap leher Kris. "Bagaimana bisa ada noda tinta di sana?'' Tangan Hanna masih terus mengusap leher Kris yang sebenarnya tidak ada apapun.
"Hentikan!'' Kris meraih tangan Hanna. Dia berteriak dengan keras sampai seluruh isi kelas menatap ke arah mereka, untung Guru Park sedang keluar. "Kembali ke mejamu kalau kau hanya akan menggangguku!"
"Kris...'' Lay menatap sahabatnya.
"Baiklah aku akan kembali ke mejaku.'' Hanna berdiri, dia menghampiri Lay yang langsung berdiri dan kembali ke kursinya.
"Kau baik-baik saja,'' Nayeon berbisik lirih pada Hanna.
"Bagaimana aku baik-baik saja, seluruh kelas menatapku.''
"Tenanglah,'' Nayeon menggenggam tangan Hanna.
Di sebelah meja Hanna, Nana dan Rara merasa bersalah pada sahabatnya. Mereka menatap Kris dengan kesal.
"Hey, mata kalian akan keluar.'' Jongin memukul kepala Rara dan Nana yang menatap Kris penuh kemarahan.
"Aish!" Rara beralih menatap Jongin dengan kesal. "Kau membela temanmu.''
"Bukankah, Kris juga temanmu.'' Jongin berkata.
"Tapi Hanna temanku juga,''
"Hanna terus menggoda Kris, siapa yang tidak akan terganggu.'' Sehun tiba-tiba berkata. "Aku bersimpati padanya tapi kali ini dia yang bersalah.''
"Kenapa?'' Nana memandang galak ke arah Sehun.
"Aku bertanya-tanya siapa yang mengajari hal bodoh itu untuk di lakukan di sekolah?'' Sehun tersenyum sinis kepada Rara.
"Apa?'' Rara berdiri berkacak pinggang. "Kenapa kau menatapku seperti itu?''
"Aish.'' Jongin menarik Rara untuk duduk kembali.
"Kenapa kalian ribut.'' Lay berkata.



Hanna masih tidak mau memikirkan kalau Kris Gay meskipun godaannya tidak berpengaruh sama sekali. Dia bahkan menyusun rencana untuk menggoda Kris lebih lagi. Dan kesempatan itu dia lakukan saat lapangan basket, saat guru olah raga menyuruhnya membereskan bola bersama Kris usai praktek selesai. Dia sengaja mengambil bola yang di pegang Kris dari belakang pria itu sehingga mereka seperti sedang berpelukan. Kris tertegun untuk beberapa saat tapi kemudian melepaskan Hanna dengan kasar.
"Aish, apa sebenarnya yang sedang kau pikirkan?'' Kris marah tapi tidak berteriak seperti kemarin, dia masih ingat teman-temannya yang memandang mereka, dan lebih lagi dia tidak ingin mempermalukan Hanna untuk kedua kali.
"Mencari tahu sesuatu.''
"Apa?''
"Kau lelaki normal, atau tidak.''
"Apa?''
"Aku ingin tahu apa kau tergoda?''
"Cih!" Kris tertawa sinis. "Lalu apa kau tahu jawabannya?''
"Kau sama sekali tidak tergoda, apa kau gay?''
"Apa?''
"Aku menyentuhmu di sini,'' Hanna menyentuh lengan Kris dengan telunjuknya secara pelan seperti kemarin. "Dan wajahmu tidak ada perubahan.'' Hanna menatap Kris yang tengah mentapnya.
"Lalu aku juga sudah menyentuh lehermu,'' Tangan Hanna menyentuh leher Kris. "Dan kau masih tidak menunjukan perubahan apapun.'' Hanna menatap Kris meskipun tangannya masih di tengkuk pria itu.
"Bahkan aku memelukmu, dan kau masih menatapku dengan kemarahan yang sama tiap kali aku mendekatimu. Apa kau gay.'' Tangan kiri Hanna yang bebas menyentuh dada Kris sampai kemudian dia bisa merasakan degupan jantung Kris yang begitu cepat. Hanna mwngerjapkan matanya, menatap dada Kris yang naik turun begitu cepat. Hanna kembali menatap mata Kris, meskipun mata itu masih memancarkan sinar yang sama tapi Hanna tahu Kris tergoda olehnya. Sebelum Hanna menarik tangannya dari Kris, pria itu sudah menangkup wajahnya.
"Kau yang menginginkannya.'' Kris berkata dengan parau sebelum akhirnya mengecup bibir Hanna. Hanna tidak tahu harus bagaimana saat Kria mengecup bibirnya, sekali dua kali, tiga kali sampai kemudian ciuman itu menjadi dalam dan lama. Bahkan Hanna bisa merasakan nafas hangat Kris yang menerpa kulitnya. Hanna merasakan ciuman Kris seperti semakin ingin membinasakannya dengan buasnya. Kris semakin mendorong Hanna sampai kemudian mereka terpojok pada pintu aula basket.
"Kris!" Hanna mendorong Kris untuk lepas dari tubuhnya saat dia merasakan tangan Kris mulai meraba dadanya.
"Kenapa? Bukankah kau menginginkan ini?'' Kria menyeringai.
Tiba-tiba seseorang mendorong pintu. Hanna dan Kris saling pandang sebelum akhirnya sama-sama menjauh. Mereka kembali memungut sisa bola di lantai. Guru Yoo muncul dari balik pintu.
"Aku membutuhkan Kris, jadi Hanna bisakah kau memereskan ini sendiri.'' Guru Yoo berkata.
"Baik,'' Hanna membungkuk.
"Kenapa dengan wajah kalian, kenapa memerah? Apa di sini terlalu panas.''
Hanna hanya menunduk, dia tidak berani menatap Guru Yoo apalagi Kris.


Ciuman tanpa cinta...

Setelah ciuman di aula basket, Hanna tidak melihat ada yang berubah dari Kris. Pria itu masih menatapnya dengan sama, padahal Hanna merasakan dadanya berdetak kencang kalau mengingat kejadian beberapa jam lalu. Hanna belum bisa menceritakan tentang ciumannya pada teman-temannya, seperti ada sesuatu yang membuatnya tidak berani untuk bercerita, dia malu.
Hanna berdiri di depan Kris saat pria itu berdiri dari kursinya untuk menyusul teman-temannya yang sudah keluar kelas. Kris menyerngit menatap Hanna yang berwajah marah di depannya. Suasana kelas sudah sepi karena semua siswa sudah keluar begitu bel pulang berbunyi.
"Kenapa?'' Kris tersenyum mengejek. "Apa kau menginginkan kita melanjutkan ciuman tadi.''
"Katakan, kau menyukaiku kan? Kenapa kau tidak mengatakan itu meskipun kau menciumku.''
"Apa aku harus menyukaimu baru bisa menciummu?''
"Hah?''
"Aku melakukannya karena hormon. Apa kau tahu? Itu emosi yang muncul saat kau menyentuhku, karena kau wanita, jadi aku melakukannya.''
"Aish!" Hanna cemberut. "Jadi kau menciumku hanya karena hormon?''
"Apa kau ingin menggodaku lagi?'' Kris mendekati Hanna, gadis itu dengn reflek mundur dan tangannya tersilang di depan dadanya karena mengingat kejadian beberapa jam yang lalu saat Kris menyentuh dadanya.
"Hmm,'' Kris masih menunjukan senyuman mengejeknya pada reaksi Hanna di depannya. "Kau mengingatnya? Jadi jangan menggodaku atau aku bisa melakukan lebih dari itu, meskipun aku tidak menyukaimu.'' dia melewati Hanna yang mematung , dia berjalan tanpa menoleh sedetikpun pada Hanna yang begitu kesal dengan perkataan Kris. Hanna berbalik tapi pria itu sudah tidak ada di kelas.
"Kenapa aku menyukai si brengsek itu!" Hanna mencengkeram erat roknya karena kesal.
"Ya! Apa kau tidak akan ikut?'' Tiba-tiba muncul Nana di pintu.
"Eoh.'' Hanna menghela nafas dan menghampiri temannya, mereka akan bermain bilyard bersama. Hanna dan Nana memang pandai bermain Bilyard, Sehun dan Jongin menyukai permainan dua gadis itu. Sehun selalu satu tim dengan Nana, dan Hanna akan bersama Jongin. Mereka bermain Bilyard di tempat milik ayah Kris, jadi mereka bisa melakukannya dengan leluasa.
"Kau terlihat terus cemberut,'' Jongin merangkul Hanna saat naik ke lantai dua, menuju tempat mereka bermain.
"Dia terus seperti itu sejak dari sekolah.'' Nana yang ada di depan keduanya mengomentari.
"Apa terjadi sesuatu?''
"Jongin ahh, apa kau pernah berciuman dengan orang yang tidak kau suka?''
"Kenapa?''
"Ada pria yang menciumku hanya karena hormon.''
"Benarkah,'' Jongin terkekeh. "Jadi kau berkencan dengan pria tapi dia tidak menyukaimu, hanya berkencan?''
"Bahkan kami tidak berkencan.''
"Oh, berarti dia hanya tergoda. Begitu.''
"Jadi lelaki seperti itu? Apa kau juga pernah melakukannya? Bagaimana? Apa kau jatuh cinta setelahnya?''
"Hmm, aku rasa aku pernah tapi tidak jatuh cinta. Saat itu kakak kelasku mengatakan menyukaiku, karena dia cantik meskipun aku belum mengenalnya, kami berciuman.''
"Apa semua laki-laki seperti kalian.'' Hanna memukul kepala Jongin.
"Aku bisa berciuman denganmu, dan kita lihat apakah aku akan berpindah jatuh cinta padamu, lalu melupakan Rara.''
"Apa kau mau mati!" Hanna mencekikik Jongin, tentu saja Jongin langsung berlari menyelamatkan diri.
Di lantai dua sudah ada Kris dan Lay bersama Sehun. Rara dan Nayeon tidak ikut karena ada urusan. Tidak banyak perempuan di ruang bilyard itu untuk memainkan stick beradu dengan bola-bola di atas meja, kebanyakan permpuan di sana hanya menemani para pria bermain. Lain halnya dengan Hanna dan Nana yang menguasai dengan baik permainan itu, tapi untuk saat ini Hanna bermain dengan payah membuat Jongin beberapa kali berteriak kesal. Pada akhirnya tim Nana-Sehun menang dari Hanna-Jongin.
"Baiklah, aku yang mentraktir kalian, karena kekalahan ini salahku.'' Kata Hanna.
"Aish.'' Jongin merangkul Hanna. "Aku yang akan mentraktir, karena wanitaku ini sedang dalam mood yang jelek.'' Jongin berkata.
"Wanitaku?'' Semua terkejut dengan perkataan Jongin.
"Apa tidak boleh menyebutnya begitu?'' Jongin cemberut.
"Aku akan mengatakan ini pada Rara,'' Hanna memukul kepala Jongin.
"Gadis itu terus mencampakanku.'' Jongin berkata.
"Kau juga terus berkencan dengan para oeni.''
"Lalu apa aku harus menjadi pendeta untuk menunggu Rara?''
"Setidaknya tunjukan ke tulusanmu!"
"Seperti kau mengejar Kris, tanpa memperdulikan pria lain, ah salah...kau juga sudah mulai punya pria lain.'' Jongin berkata, lalu dia berbisik ke telinga Hanna dengan sangat lirih agar yang lain tidak mendngar. "Pria dengan hormon itu.''
Semua menatap Hanna, termasuk Kris. Hanna dengan tergagap berkata, " Ke-kenapa kalian menatapku seperti itu?''
"Kau dekat dengan seorang pria tanpa aku ketahui?'' Nana memandang Hanna penuh selidik.
"Ah, sudahlah ayo kita makan ramen, aku lapar.'' Hanna bergegas keluar.
"Aish, gadis ini.'' Nana mengejar Hanna.
"Bagaimana Kris? Kau akan membiarkannya di ambil pria brengsek itu?'' Jongin bertanya.
"Memangnya kau mengenal pria itu?'' Sehun balik bertanya.
"Aku bisa melihat kalau pria itu adalah orang cabul.'' Jongin berkata. "Ini adalah instingku.''
"Apa kau akan membiarkannya?'' Jongin bertanya.
"Dia bukan pacarku.'' Kata Kris. "Pergilah, aku tidak bisa ikut makan ramen bersama kalian.''
Selepas kepergian ketiga temannya, Kris memikirkan siapa pria yang di maksud Jongin karena setahunya tidak ada pria yang di terima Hanna dari banyaknya surat cinta yang datang pada gadis itu dalam berbagai kado. Sebutan pria cabul dari Jongin membuatnya khawatir kalau Hanna mendapat masalah.



Hanna menatap kesal wajah Kris di layar ponselnya. Bagaimana bisa ciuman itu terjadi hanya karena hormon. Hanna terus mengutuki Kris yang membuat ciuman pertamanya tanpa cinta. Tapi Hanna tersenyum kalau mengingat ciuman itu lagi, setidaknya ciuman pertamanya adalah dengan pria yang di cintainya.
"Jadi kalau aku menggodamu, kau akan menciumku?'' Hanna tersenyum memikirkan sebuah ide. "Berarti aku bisa mendapatkan ciuman itu kapanpun aku inginkan asal aku menyentuhmu?'' Dengan terus tersenyum Hanna memeluk bonekanya.
"Tapi tunggu,'' Hanna yang tadinya terbaring di tempat tidurnya jadi terduduk dengan ide baru di kepalanya. "Aku juga mengatakan aku menciumnya karena hormon.'' Hanna tertawa dan kembali menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur.



Hanna memasuki kelasnya dengan ceria sampai Nayeon heran dengan tingkah Hanna, begitu juga Nana dan Rara.
"Lay, dimana Kris?'' Hanna bertanya saat Lay melewatinya bersama Jongin.
"Sepertinya bersama Sehun di belakang.'' Jawab Lay.
"Kenapa kau mencari Kris sepagi ini?'' Jongin menyipitkan mata memandang Hanna. "Dan kenapa dengan wajahmu yang begitu bersemangat.''
Tiba-tiba orang yang di cari muncul. Kris heran karena keenam temannya menatapnya, lebih heran lagi melihat tatapan Hanna yang sekarang menghampirinya.
"Selamat pagi,'' Hanna berkata, lalu dengan tiba-tiba mengecup pipi Kris.
"Ommo!" Nayeon tidak percaya dengan apa yang di lihatnya begitupun Nana dan Rara. Sedangkan Lay justru terkekeh melihat ekspresi kaget Kris, dan Jongin tersenyum.
"Itu karena hormon,'' Hanna mengedipkan sebelah matanya, dia kembali duduk ke kursinya.
"Apa yang di lakukannya padamu?'' Sehun yang ada di belakang Kris, menepuk punggung Kris pelan. Kris tidak menjawab, dia hanya mendengus dan berjalan ke kursinya.
Kegilaan Hanna tidak berhenti sampai di situ, Hanna kembali mengecup pipi Kris saat akan pergi ke kantin di waktu jam istirahat.
"Kau ikut aku!" Kris menarik Hanna yang sedang makan di kantin.
"Kemana?'' Hanna tidak bisa menolak saat tangan Kris begitu kuat menariknya.
"Apa yang akan di lakukan Kris? Haruskah kita mengikuti mereka?'' Nayeon berkata dengan cemas.
"Biarkan saja.'' Rara berkata. "Mereka harus menyelesaikan masalah mereka.''
"Benar, mereka harus berpacaran atau Hanna berhenti menyukai Kris. Ini sudah satu tahun tapi Kris tidak memberi kejelasan, tidak menerima juga tidak menolak Hanna.''
"Bukankah Kris sudah menolak Hanna.'' Jongin berkata.
"Tapi Kris terus menerima kebaikan Hanna.'' Rara berkata.
"Memangnya kenapa?''
"Sudahlah, biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka dan kalian jangan menimbulkan masalah baru.'' Sehun berkata.
Kris menghentikan langkahnya di belakang sekolah. Hanna cemberut karena di tarik dengan kasar oleh Kris. Hanna ingin memarahi Kris tapi nyalinya jadi ciut saat Kris berbalik menatapnya dengan wajah penuh kemarahan.
"Kenapa kau melakukan ini?! Bukankah aku sudah memberitahumu untuk tidak menyentuhku!''
"Itu karena...''
"Apa kau masih berpikir kalau aku menciummu karena aku menyukaimu? Apa aku perlu mengatakan lebih keras kalau aku menciummu hanya karena sentuhanmu?''
"Aku tidak peduli, karena aku menyukainya.'' Hanna tersenyum. "Jadi...kau bisa menciumku kalau aku menyentuhmu.'' Tangan Hanna terulur menyentuh pipi Kris. Dengan cepat Kris menepis tangan Hanna.
"Kau memang tidak bisa di diamkan.'' Kris mendorong tubuh Hanna kesamping saat akan pergi meninggalkan gadis itu, dan tanpa di duga Hanna terjatuh.
"Akh!" Hanna terpekik, dan Kris menoleh. Kris terkejut saat menyadari tangan Hanna berdarah. Hanna menangis.
"Aku akan membawamu ke klinik. Naiklah ke punggungku.'' Kris jongkok di depan Hanna. Hanna justru semakin terisak sehingga Kris berbalik menatapnya. "Kenapa kau tidak naik? Aku akan menggendongmu? Lukamu perlu di obati.''
"Tanganku yang terluka bukan kakiku! Kau tidak perlu baik padaku!" Air mata Hanna bertambah deras.
"Aku akan berlari menggendongmu jadi akan lebih cepat sampai ke klinik!"
"Pergi!" Hanna mendorong Kris untuk pergi. "Kalau kau memang tidak menyukaiku jangan berbuat apapun untukku! Pergi! Aku tidak butuh bantuanmu."
Hanna mencoba bangun sendiri dan ternyata duri mawar yang mengenai tangan Hanna juga mengenai kaki kanan Hanna. Kris yang menyadari itu langsung menarik Hanna ke punggungnya.
"Kau boleh marah tapi nanti setelah kau sampai di klinik sekolah.'' Kris berkata. Hanna menurut dan masih menangis.
Luka di kaki Hanna tidak parah hanya perlu di berianti septik dan perban, tapi luka di tangan Hanna tidak bisa di obati di klinik sekolah karena luka itu perlu mendapat jahitan. Hanna di bawa ke rumah sakit terdekat. Guru Jang menemani Hanna ke rumah sakit, Kris juga ikut. Guru Jang heran bagaimana bisa Hanna bisa tersayat duri mawar sampai sedalam itu, Hanna hanya menjelaskan kalau dia terpeleset dan tidak tahu jika dia menimpa tanaman mawar. Kris benar-benar merasa bersalah melihat bekas air mata Hanna di pipi gadis itu.
"Biarkan aku saja yang mengantarnya, bukankah Anda harus kembali mengajar.'' Kris berkata saat Guru Jang akan mengantar Hanna pulang.
"Apa karena kau ingin membolos?'' Guru Jang menggoda Kris.
"Kami berteman, jadi aku tahu rumahnya.''
"Baiklah, aku serahkan dia kepadamu.'' Guru Jang menepuk punggung Kris lalu membelai pipi Hanna. "Cepat sembuh ya.''
Hanna membungkuk saat Guru Jang pergi begitupun Kris.
"Aku bisa pulang sendiri.'' Hanna berkata saat Guru Jang sudah menghilang.
"Aku tahu tangan dan kakimu bwgitu sakit, kau terus menangis karenanya---''
"Bukan,'' Hanna memotong perkataan Kris. "Yang membuatku menangis adalah kau! Tidak peduli betapa menyakitkan luka di tangan ini tapi di campakan olehmu seperti itu lebih menyakitkan!"
"Aku akan menyetop taxi.'' Kris melambai pada Taxi yang lewat. "Ayo.'' Kris mencoba memapah Hanna menuju taxi yang berhenti di depan mereka.
"Lepaskan! Aku bilang, aku bisa pulang sendiri!'' Hanna menepis tangan Kris dan berjalan tertatih memasuki Taxi.

Hanna bersikeras untuk pulang sendiri, meskipun Kris memaksa tapi tetap Hanna tidak mau menerima kebaikan Kris lagi. Kris akhirnya menyerahkan Hanna kepada supir Taxi untuk membawanya dengan hati-hati.



"Jadi kau akan menyerah pada Kris?'' Nana bertanya setelah mendengar keseluruhan cerita Hanna tentang sebab dia terluka dan keinginannya untuk mengakhiri cinta sepihaknya, dia menjenguk Hanna di rumahnya bersama kedua temannya, Rara dan Nayeon.
"Aku pernah mendengarnya ribuan kali, tapi kau tetap kembali mengejarnya.'' Rara berkata.
"Kali ini aku yakin aku bisa, aku bersumpah.'' Hanna meyakinkan ketiga sahabatnya.
"Jangan pikirkan itu, sebaiknya kau khawatirkan lukamu.'' Nana berkata.
"Benar,'' Nayeon mengangguk. "Apa kau sudah meminum obatmu?''
"Eoh.'' Hanna mengangguk.
"Kris memang keterlaluan, mendorongmu sampai terjatuh.'' Rara mengepalkan tangannya.
"Dia pasti tidak sengaja,'' Nana mencoba menenangkan.
"Benar, Kris bukan pria yang suka main kekerasan.'' Nayeon membenarkan Nana.
"Malam ini kami akan menemanimu, kami akan tidur di sini.'' Rara berubah ceria.
"Benarkah?'' Hannapun ikut menjadi ceria. Keempat gadis itu melupakan luka Hanna dan justru mulai mencari film untuk mereka tonton, suasana sedih karena cerita Hanna tentang rencananya mengakhiri cinta sepihaknya menguap begitu saja dengan kebersamaan mereka.



"Apa selama ini aku memberikan harapan pada Hanna?'' Kris menemui Sehun yang sedang kerja paruh waktu di Cafe Coffe.
"Entahlah, kenapa?''
"Dia bilang agar aku berhenti berbuat baik padanya.''
"Mungkin karena kau selalu baik padanya itu membuatnya tidak bisa berpaling darimu.''
"Begitukah? Apa aku perlu menjauhinya''
"Tapi dia selalu bersama kita, dia juga teman bermain Biliar untukku di hari bebasku dari pekerjaan ini.''
"Lalu.''
"Tidak perli menjauh, kau cukup jangan melakukan apapun untuknya, seperti membuat dia merasakan keberadaanmu tidaklah penting.''
"Begitu...''
"Nikmatilah kopimu...ada pelanggan datang.'' Sehun berdiri untuk melanjutkan pekerjaannya.
"Thanks,'' Kris tersenyum saat Sehun menepuk punggngnya.
Kris mengingat pertama kali berkenalan dengan Hanna, saat itu Hanna akan membayar makanannya di kantin tapi uang di kantongnya tidak ada sehingga Kris yang ada di sampingnya mengeluarkan uang untuk Hanna, saat itulah Hanna terpesona begitu Kris mengatakan mereka satu kelas. Kris mengingat apa saja yang sudah dilakukannya untuk Hanna berikutnya, dia membantu Hanna mencari cincin yang jatuh di lantai saat semua siswa sudah pulang. Kris ingat pernah menggendong Hanna yang terkilir saat lompa tinggi. Masih banyak hal yang muncul dalam ingatan Kris tentang apa yang dia lakukan untuk Hanna, dia sendiri tidak tahu kenapa selalu tergerak untuk seperti itu.
"Apa aku menyukainya?'' Kris bertanya pada dirinya sendiri. "Tidak. Dia cantik tapi kecantikannya hanya make up. Dia juga bodoh. Dia banyak bicara, sungguh tidak ada hal yang harus aku sukai darinya. Lagipula aku tidak ingin terlibat cinta apapun sampai aku pindah.''



Kris memasuki kelasnya yang sudah ramai, dia menatap Hanna yang sedang membaca sebuah majalah tapi dia tidak menyapa. Kris duduk ke mejanya. Hanna sebenarnya ingin melihat Kris tapi dia menahan dirinya dan terus menatap majalah di tangannya.
"Ya! Kris kau membuat tangan partnerku terluka, apa kau tidak akan meminta maaf.'' Jongin berkata saat melihat Hanna dan Kris tidak seperti biasanya.
"Oh. Lee Hanna, maaf.'' Kris berkata dengan dingin.
"Hanya itu?'' Jongin berdiri, Sehun langsung menariknya duduk kembali.
Nana dan Rara memandang Kris, menanti reaksi Kris, tapi Kris tidak menunjukan ekspresi apapun.
"Aku sudah bertanggung jawab pada lukanya, aku mengantarnya ke Rumah sakit, apa lagi?'' Kris berkata.
"Aighoo,''
"Sudahlah, aku baik-baik saja.'' Hanna angkat bicara. "Aku juga tidak ingin mendapatkan perhatian apapun dari Kris.''
"Oh, itu terlihat bukan seperti Hanna.'' Jongin berkata.
"Sudahlah.'' Sehun memukul dada Jongin agar tidak ikut campur.
Kris pura-pura membaca buku tapi sesekali dia melirik Hanna. Hanna mencoba untuk menekan keinginannya untuk berbalik menatap Kris seperti biasa.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar